Kamis, 11 Desember 2014

Rumah Adat Joglo

rumahjoglo.jpg
SARAT DENGAN KEINDAH, KEMEGAHAN, NILAI-NILAI MAKNA, DAN NILAI SOSIAL KULTURAL.
Joglo mencerminkan sebuah ketenagan hidup. Iterpretasi ini terlihat dari konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.
Rumah adat  merupakan warisan dari leluhur yang tak ternilai, juga merupakan karya seni khas budaya jawa. Joglo merupakan kerangka bangunan utama dari rumah adat Kudus. terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.
Rumah joglo bukan hanya sekedar konstruksi rumah belaka, namun juga hadir sebagai seni konstruksi. Joglo juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Keindahan menjadi inti dari rumah joglo selain sikap religiusitasnya. Itu semua terefleksi dalam arsitektur rumah joglo.
Dalam hal pintu, joglo memiliki tiga buah pintu masuk, yaitu pintu utama yang letaknya di tengah. Pintu kedua dan ketiga berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Makna simbolis terekam dari ketiga bagian pintu tersebut bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan.
Gedongan merupakan ruang bagian dalam. Gedongan ini dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat. Gedongan ini dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga kerap digunakan sebagai tempat tidur pengantin bagi anak-anaknya.
Jaga satru merupakan bagian lain dari rumah joglo, yang khusus digunakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian. Sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Di ruang jaga satru, di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder. Tiang tersebut sebagai simbol kepemilikan rumah dan berfungsi sebagai petanda atau tonggak untuk mengingatkan pada pemiliknya tentang keesaan tuhan.
Terdapat empat tiang utama di ruang dalam. Tiang itu disebut soko guru yang melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup. Dapat juga ditafsirkan sebagai hakikat dari sifat manusia.  Kehadiran bentangan dan tiang penyangga dengan atap bersusun (biasanya dibiarkan menyerupai warna aslinya) menjadi ciri khas dari kehadiran sebuah pendopo dalam rumah dengan gaya ini. Hal ini juga untuk menunjukkan status sosial pemiliknya.
Tumpang dan sunduk merupakan penyambung atau penghubungan bagian soko guru. Posisi tumpang di atas sunduk. Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”.
Lapisan balok kayu biasanya terdapat dibagian paling atas soko guru. Lapisan balok ini yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Dalam bahasa jawa elar berarti sayap. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang bidang langit langit joglo (pamidhangan).
Rumah joglo dapat dibedakan menjadi empat bagian, yaitu Muda (Nom), Tua (Tuwa), Laki-laki (Lanang), dan Perempuan (Wadon). Muda merupakan jogloTua merupakan joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan meninggi (melar). Tua merupakan joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak memanjang) dan atapnya tidak tegak/cenderung rebah (nadhah). Laki-laki merupakan joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal. Perempuan (wadon/padaringan kebak) merupakan joglo yang rangkanya relatif tipis/pipih.
Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru. Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang/saka-saka yang lain. Di kedua ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen/ukiran.

0 komentar:

Posting Komentar