Sabtu, 13 Desember 2014

SUKU BOTI: (MASIH) BERSANDAR PADA UIS PAH DAN UIS NENO


SUKU BOTI: (MASIH) BERSANDAR PADA UIS PAH DAN UIS NENO 
Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Timur beragama katolik, namun di salah satu desa di Timor Tengah terdapat sebuah suku yang mesih memeluk agama kepercayaan atau animisme, yaitu sebuah kepercayaan pada dewa-dewa.
Pada zaman kolonial Belanda berkuasa, di mana misionaris katolik dan zending protetan menyebarkan agama di Nusa Tenggara Timur, mereka adalah satu-satunya suka yang menolak untuk di Kritenisasi. Halaika merupakan kepercayaan dan keyakinan yang mereka anut sejak dahulu. Uis Neno dan Uis Pah merupakan du dewa penguasa dalam tradisi kepercayaan Halaika. Dewa bapak atau penguasa dunia lain (alam baka) dinobatkan pda Uis Neno. Sedangkan Uis Pah merupakan dewa ibu yang mengatur, menjadi pengawas, dan penjaga manusia.
Adapun tempat ibadah yang mereka miliki letaknya berada di tengah hutan lebat. Di sana terdapat dua mezbah yang digunakan untuk menyembah kedua dewa tersebut. Mezbah milik dewa Uis Pah berada dibawah dari mezbah dewa Uis Neno, dengan jarak sekitar 99 buah anak tangga.
Meskipun pada awalnya mereka menolak untuk beragama Kriten Katolik, namun beberapa di antara mereka yang tinggal di wilayah pesisir laut, lambat laun sudah memeluk agama Kristen. Meskipun demikian, agama Kristen yang mereka anut masih bercampur dengan kepercayaan Halaika.
Beberapa kalangan ahli Teologi berpendapat bahwa Kristen Halaika mirip seperti Kristen pagan Roma. Memotong rambut menjadi salah satu larang dari tradisi penganut kepercayaan Halaika. Mereka diharuskan mengikat rambut serta dikonde. Bagi kaum laki-laki Boti yang telah menginak usia 20 tahun ke atas, aturan ini menjadi sangat wajib dilaksanakan.
            Benda yang digunakan untuk mengikat konde bernama Soit, terbuat dari bambu, tanduk atau tulang sapi. Selain berfungsi sebagai penahan ikatan rambut, Soit juga sering dipakai sebagai sisir.
Sama seperti kepercayaan Yahudi, di mana dikenal adanya hari Sabat (perhentian) pada hari ke-7, suku Boti pun mengenal hari perhentian yakni pada hari ke-9. Eku Tefas atau berkumbul di sebuah balai pertemuan menjadi wajib hukumnya bagi seluruh anggota suku Boti. Dalam acara tersebut ketua adat atau yang disebut Sang Usif, memberi ceramah-cerah yang berisi nasehat-nasehat bijak kepada seluruh anggota suku Boti. Pada hari tersebut para warga dilarang untuk melakukan aktivitas bekerja seperti berkebun dan berternak. Namun kegiatan ringan seperti menenun, memintas, atau membuat kerajinan masih diperbolehkan. Bahkan para penduduk Boti diwajibkan untuk berpuasa dari pagi hingga petang.
Tetua adat atau Usif Nama Benu tinggal di dalam sebuah istana yang terbuat dari kayu dan dibangun tahun 1982. Kerena kondisi istana yang hampir ambruk, istana baru pun dibangun kembali pada tahun 2012.

0 komentar:

Posting Komentar