SUKU BOTI: (MASIH) BERSANDAR PADA UIS PAH DAN UIS NENO
Mayoritas
penduduk Nusa Tenggara Timur beragama katolik, namun di salah satu desa
di Timor Tengah terdapat sebuah suku yang mesih memeluk agama
kepercayaan atau animisme, yaitu sebuah kepercayaan pada dewa-dewa.
Pada
zaman kolonial Belanda berkuasa, di mana misionaris katolik dan zending
protetan menyebarkan agama di Nusa Tenggara Timur, mereka adalah
satu-satunya suka yang menolak untuk di Kritenisasi. Halaika merupakan
kepercayaan dan keyakinan yang mereka anut sejak dahulu. Uis Neno dan
Uis Pah merupakan du dewa penguasa dalam tradisi kepercayaan Halaika.
Dewa bapak atau penguasa dunia lain (alam baka) dinobatkan pda Uis Neno.
Sedangkan Uis Pah merupakan dewa ibu yang mengatur, menjadi pengawas,
dan penjaga manusia.
Adapun
tempat ibadah yang mereka miliki letaknya berada di tengah hutan lebat.
Di sana terdapat dua mezbah yang digunakan untuk menyembah kedua dewa
tersebut. Mezbah milik dewa Uis Pah berada dibawah dari mezbah dewa Uis
Neno, dengan jarak sekitar 99 buah anak tangga.
Meskipun
pada awalnya mereka menolak untuk beragama Kriten Katolik, namun
beberapa di antara mereka yang tinggal di wilayah pesisir laut, lambat
laun sudah memeluk agama Kristen. Meskipun demikian, agama Kristen yang
mereka anut masih bercampur dengan kepercayaan Halaika.
Beberapa
kalangan ahli Teologi berpendapat bahwa Kristen Halaika mirip seperti
Kristen pagan Roma. Memotong rambut menjadi salah satu larang dari
tradisi penganut kepercayaan Halaika. Mereka diharuskan mengikat rambut
serta dikonde. Bagi kaum laki-laki Boti yang telah menginak usia 20
tahun ke atas, aturan ini menjadi sangat wajib dilaksanakan.
Benda yang digunakan untuk mengikat konde bernama Soit, terbuat dari
bambu, tanduk atau tulang sapi. Selain berfungsi sebagai penahan ikatan
rambut, Soit juga sering dipakai sebagai sisir.
Sama
seperti kepercayaan Yahudi, di mana dikenal adanya hari Sabat
(perhentian) pada hari ke-7, suku Boti pun mengenal hari perhentian
yakni pada hari ke-9. Eku Tefas atau berkumbul di sebuah balai pertemuan
menjadi wajib hukumnya bagi seluruh anggota suku Boti. Dalam acara
tersebut ketua adat atau yang disebut Sang Usif, memberi ceramah-cerah
yang berisi nasehat-nasehat bijak kepada seluruh anggota suku Boti. Pada
hari tersebut para warga dilarang untuk melakukan aktivitas bekerja
seperti berkebun dan berternak. Namun kegiatan ringan seperti menenun,
memintas, atau membuat kerajinan masih diperbolehkan. Bahkan para
penduduk Boti diwajibkan untuk berpuasa dari pagi hingga petang.
Tetua
adat atau Usif Nama Benu tinggal di dalam sebuah istana yang terbuat
dari kayu dan dibangun tahun 1982. Kerena kondisi istana yang hampir
ambruk, istana baru pun dibangun kembali pada tahun 2012.
0 komentar:
Posting Komentar