Suku
Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya
di Provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000
memekarkan diri dari Provinsi Sulawesi Utara. Hari ini, jumlah etnis
Gorontalo diperkirakan lebih dari 1 juta orang atau merupakan penduduk
mayoritas (90%) di tanah Gorontalo. Sementara, sejumlah etnis lainnya
yang merupakan minoritas adalah Suku Suwawa, Suku Bone, Suku Atingola,
dan Suku Mongondow.
Beberapa anggapan berkembang mengenai etimologi kata Gorontalo. Ada yang menyebut Gorontalo berasal dari kata “hulontalo”, yang juga berasal dari kata “hulontalangi”,
yang berarti “pengembara yang turun dari langit”. Angapan ini
berdasarkan pada mitologi yang berkembang di tengah masyarakat, yang
mengisahkan tentang Hulontalangi, yang dianggap sebagai orang pertama di
Gorontalo, yang berdiam di kaki gunung Tilongkabila. Sejumlah teori
lain menduga, Gorontalo berasal dari kata “Hua Lolontalango”, yang
artinya “gua yang digunakan untuk berjalan bolak-balik”, “Pongolatalo”
atau “Pohulatalo”, yang berarti “tempat menunggu”, “Gunung Telu”, yang
berarti “gunung tiga”, dan masih banyak lagi asumsi-asumsi yang lain.
J.G.F
Reidel, seorang sarjana Antropologi Belanda, seperti dikutip dalam
Tumenggung, dkk. (1983), berpendapat bahwa, etnis Gorontalo termasuk ras
Melayu Polinesia yang datang dari bagian Utara. Pada waktu mereka masuk
ke daerah Gorontalo, telah terdapat penduduk asli yang mendiaminya, dan
terjadilah percampuran di antara mereka. Selain itu, datang juga
penduduk dari sebelah Timur, yakni Bugis dan Makasar, dan terjadi pula
percampuran di antara beragam etnis tersebut. Sementara teori lain
menyebutkan, etnis Gorontalo kemungkinan besar berasal dari daratan
Indochina, kemungkinan dari daerah Burma atau Filipina.
Masyarakat
Gorontalo berbicara dalam bahasa Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo,
terdapat juga beberapa bahasa lain, yang sering dianggap sebagai dialek
bahasa Gorontalo, yakni bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Bahasa
Gorontalo sendiri sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa
Manado (Melayu Manado) yang juga banyak diadopsi dalam keseharian
masyarakat Gorontalo.
Masyarakat
suku Gorontalo mayoritas adalah pemeluk agama Islam (98,81%). Agama
Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat suku Gorontalo. Beberapa
tradisi adat suku Gorontalo terlihat banyak mengandung unsur Islami.
Hanya sebagian kecil saja yang memeluk agama lain di luar Islam. Kendati
telah lama memeluk islam, sisa-sisa corak keyakinan lokal masih bisa
terasa dari kepercayaan sebagaian kalangan terhadap mahluk-mahluk halus
dan ritus-ritus upacara yang berbau adat.
Dalam
konsep Masyarakat suku Gorontalo, adat dipandang sebagai suatu
kehormatan (adab), norma, bahkan pedoman dalam pelaksanaan pemerintahan.
Hal ini dinisbatkan dalam suatu ungkapan "Adat Bersendi Sara" dan "Sara
Bersendi Kitabullah". Arti dari ungkapan ini adalah bahwa adat
dilaksanakan berdasarkan sara (aturan), sedangkan aturan ini harus
berdasarkan Al-Quran. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sendi-sendi
kehidupan masyarakat Gorontalo adalah sangat religius dan penuh tatanan
nilai-nilai yang luhur.
Etnis
Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki rasa sosial yang tinggi,
sehingga jarang terjadi konflik di antara mereka sendiri. Sistem
kekerabatan yang sangat erat tetap dipelihara, dan tradisi gotong royong
tetap lestari dalam kehidupan masyarakat ini, terutama di daerah
pedesaan.
0 komentar:
Posting Komentar