PAKAIAN ADAT SULAWESI TENGAH
Pakaian tradisional merupakan bentuk fisik atau artefak budaya yang dimiliki suatu wilayah. Pakain budaya dapat memperlihatkan keragaman dan kekayaan negeri ini. Pakaian daerah juga dapat memperkokoh jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memegang teguh semboyan “Bhineka Tungga Ika”.
Pakaian tradisional merupakan bentuk fisik atau artefak budaya yang dimiliki suatu wilayah. Pakain budaya dapat memperlihatkan keragaman dan kekayaan negeri ini. Pakaian daerah juga dapat memperkokoh jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memegang teguh semboyan “Bhineka Tungga Ika”.
Apabila
di jawa terkenal dengan kebayanya, lantas di nias terkenal dengan
pakaian baru oholu untuk pakaian laki-laki dan Õröba Si’öli untuk
pakaian perempuan,. Maka di Sulawesi Tengah kita akan banyak menemukan
berbagai pakaian adat.
Di Sulawesi Tengah, setiap etnis memiliki pakaian adatnya tersendiri. Misalnya pakaian adat etnis Kaili Kota Palu. Pakaian adat untuk perempuan dikenal dengan nama baju nggembe. Baju Nggembe merupakan busana yang dipakai oleh remaja putri. Biasanya baju ini dipakai saat upacara adatnya.
Di Sulawesi Tengah, setiap etnis memiliki pakaian adatnya tersendiri. Misalnya pakaian adat etnis Kaili Kota Palu. Pakaian adat untuk perempuan dikenal dengan nama baju nggembe. Baju Nggembe merupakan busana yang dipakai oleh remaja putri. Biasanya baju ini dipakai saat upacara adatnya.
Baju
Nggembe berbentuk segi empat, berkerah bulat berlengan selebar kain,
panjang blus sampai pinggang dan berbentuk longgar. Baju Nggembe ini
dilengkapi dengan penutup dada atau sampo dada dan memakai payet sebagai
pemanis busana. Sarung tenun Donggala menjadi aksesoris bagian bawah
pakaian ini. Donggala yang berbenang emas dalam bahasa Kaili disebut
dengan Buya Sabe Kumbaja.
Cara pemakaian pakai adat ini mengalami perkembangan, dalam perkembangannya pemakaian sarung Donggala dirubah dengan mengikat sarung dan kemudian disamping kiri atau kanan dilipat untuk memperindah serta memberi kebebasan bergerak bagi si pemakai.
Cara pemakaian pakai adat ini mengalami perkembangan, dalam perkembangannya pemakaian sarung Donggala dirubah dengan mengikat sarung dan kemudian disamping kiri atau kanan dilipat untuk memperindah serta memberi kebebasan bergerak bagi si pemakai.
Aksesoris
yang digunakan untuk pakaian ini ialah anting-anting panjang atau Dali
Taroe, Kalung beruntai atau Gemo, Gelang panjang atau Ponto Ndate,
Pending atau Pende.
Pende atau pending merupakan ikat pinggang yang digunakan pada saat seseorang (perempuan) memainkan tarian khas Sulawesi Tengah. Bahan emas dan perak menjadi bahan untuk membuat ikat pinggang ini dengan cara dicetak. Pada bagian dalam pende dibuat sebuah tempat untuk memasukkan tali pengikat kain yang berwarna kuning dan diberi hiasan. Namun dalam perkembangannya, hari tidak lagi digunakan ikat pinggang seperti itu. Ikat pinggang biasa lebih banyak digunakan hari ini untuk dikenakan bersama pakaian ini.
Pende atau pending merupakan ikat pinggang yang digunakan pada saat seseorang (perempuan) memainkan tarian khas Sulawesi Tengah. Bahan emas dan perak menjadi bahan untuk membuat ikat pinggang ini dengan cara dicetak. Pada bagian dalam pende dibuat sebuah tempat untuk memasukkan tali pengikat kain yang berwarna kuning dan diberi hiasan. Namun dalam perkembangannya, hari tidak lagi digunakan ikat pinggang seperti itu. Ikat pinggang biasa lebih banyak digunakan hari ini untuk dikenakan bersama pakaian ini.
Semetara
itu, pakaian adat untuk pria bernama Baju Koje/Puruka Pajana. Pakaian
ini terdiri dari dua bagian, yaitu Baju Koje dan Puruka Pajama. Baju
Koje atau baju ceki adalah kemeja yang bagian keragnya tegak dan pas
dileher, berlengan panjang, panjang kemeja sampai ke pinggul dan dipakai
di atas celana. Puruka Pajana atau celana sebatas lutut, modelnya
ketat, namun killnya harus lebar agar mudah untuk duduk dan berjalan.
Sarung dipinggang, keris, serta sebagian kepala menggunakan destar atau
siga menjadi aksesoris pakaian ini.
Pakaian
adat berikutnya ialah pakaian adat etnis Mori di Kab. Morowali. Pakaian
adat etnis Mori terdiri dari pakaian adat untuk perempuan dan
laki-laki.
Kaum
hawa biasa mengenakan blus lengan panjang atau bahasa Mori disebut
dengan Lambu, berwarna merah dengan hiasan dan motif rantai berwama
kuning. Untuk bawahannya merka mengenakan rok panjang berwama merah atau
hawu juga bermotif rantai berwama kuning. Mahkota atau pasapu digunakan
untuk bagian kepala.
Adapun
aksesoris yang digunakan pada pakaian ini ialah Konde atau Pewutu
Busoki, Tusuk Konde atau Lansonggilo, Anting-anting atau Tole-tole,
Kalung atau Enu-enu, Gelang Tangan atau Mala, Ban Pinggang atau Pebo’o,
Cincin atau Sinsi.
Sementara
itu, untuk pakaian adat yang dikenakan laki-laki ialah kemeja lengan
panjang atau bahasa Mori dengan sebutan Lambu. Kemeja ini berwarna merah
dengan hiasan motif rantai berwama kuning sama seperti pakaian
perempuan. Untuk bawahan kaum laki-laki menggunakan celana panjang
berwama merah atau Saluara. Bate atau destar digunakan dibagian kepala.
Ikat pinggang menjadi perlengkapan untuk pakaian adat pria.
Pakaian
adat etnis selanjutnya ialah pakaian adata etnis Toli-Toli di Kabupaten
Toli-Toli. Seperti adat lainnya, pakaian adat etnis Toli-Toli terdiri
dari pakaian adat perempuan dan laki-laki.
Kaum
perempuan biasanya memakai blus lengan pendek atau Badu yang pada
bagian lengan terdapat lipatan-lipatan kecil, dihiasi manik-manik dan
pita emas. Bawahan yang dikenakana, yaitu celana panjang atau Puyuka
panjang dihiasi pita emas dan manik-manik. Sarung juga digunakan namun
sebatas lutut atau Lipa. Kemudian dikenakan pula selendang atau
Silempang dan ban pinggang berwarna kuning.
Aksesoris
yang digunakan dalam pakaan ini ialah anting-anting panjang, gelang
panjang, kalung panjang warna kuning, dan kembang goyang.
Sementara,
untuk laki-laki mengenakan blus lengan panjang dengan leher tegak yang
dihiasi dengan pita emas dan manik-manik wama kuning. Utuk bawahan
celana panjang atau Puyuka panjang. Digunakan pula sarung sebatas lutut
dan tutup kepala atau Songgo.
Berikutnya
ialah pakaian Adat Etnis Saluan di Kab. Luwuk. Pada pakaian adat etnis
ini, perempuan mengenakan blus atau pakaian wanita yang disebut dalarn
bahasa Saluan adalah Pakean Nu’boune. Rok panjang yang disebut dalam
bahasa Saluan adalah Rok Mahantan menghiasi bawahan pakaian ini.
Digunakan pula perhiasan berbentuk bintang.
Adapun aksesoris yang digunakan ialah gelang atau potto, kalung atau kalong, sunting, anting atau sunting, jaling, selempang atau salandoeng.
Adapun aksesoris yang digunakan ialah gelang atau potto, kalung atau kalong, sunting, anting atau sunting, jaling, selempang atau salandoeng.
Para
kaum pria atnis saluan mengenakan kemeja pria yang disebut dalam bahasa
Saluan adalah Pakean Nu’moane, celana panjang yang disebut dalam bahasa
Saluan adalah Koja, penutup kepala/topi (Sungkup Nu’ubak), sarung
pelengkap celana panjang (Lipa).
Ada
pun bahan yang digunakan pakaian sehari-hari ialah bahan yang teridiri
dari kulit kayu Nuru (pohon beringin). Pembuatan bahan pakaian ini
meliputi:
- Menguliti kayu Nunu sebagai sumber bahan.
- Merebus kulit kayu tersebut sampai masak lalu di bungkus selama tiga hari.
- Di cuci dengan air untuk membersihkan getahnya dan biasanya menggunakan pula abu dapur.
- Kulit kayu tersebut di pukul dengan alat yang disebut pola (bahannya dari batang enau) sampai mengembang dan melebar. Kemudian dipukul dengan alat yang bernama tinahi yang di buat dari batu yang agak kasar. Disini dapat disambung bahan yang satu dengan bahan yang lainnya agar menjadi lebar dan panjang, di susul dengan alat ike yang halus sampai bahan tersebut sudah menjadi sehelai kain yang panjangnya tiga sampai lima meter.
- Setelah menjadi kain kemudian di gantung untuk di anginkan (nillave)
- Sesudah kering dilipat untuk diratakan dengan pola tidak bergigi (niparondo) yaitu semacam setrika.
Pakaian
upacara menggunakan kulit kayu Ivo sebagai bahannya. Kulit kayu Ivo
merupakan kulit kayu yang lebih halus dan bermutu, dan lebih baik
daripada yang terbuat dari kulit kayu Nunu.
0 komentar:
Posting Komentar