LAUT DAN KEPERCAYAAN MAGIS MASYARAKAT MELAYU RIAU
Sebagian besar hingga 95,79% dari luas propinsi Riau terdiri atas perairan. Selain itu kondisi alam yang dihuni oleh Masyarakat Melayu Riau yang secara administrasi berada di dalam wilayah Propinsi Riau ini tidak cocok untuk bercocok tanam. Maka kebudayaan Masyarakat Riau terutama Melayu Riau tergolong dalam masyarakat Laut. Maka tak heran jika mereka memiliki kepercayaan terhadap hal-hal bersifat mitos yang berkaitan dengan laut.
Sebagian besar hingga 95,79% dari luas propinsi Riau terdiri atas perairan. Selain itu kondisi alam yang dihuni oleh Masyarakat Melayu Riau yang secara administrasi berada di dalam wilayah Propinsi Riau ini tidak cocok untuk bercocok tanam. Maka kebudayaan Masyarakat Riau terutama Melayu Riau tergolong dalam masyarakat Laut. Maka tak heran jika mereka memiliki kepercayaan terhadap hal-hal bersifat mitos yang berkaitan dengan laut.
Sopher
(1977) dalam Koentjaraningrat (1993) pernah menyatakan bahwa religi
yang mengatur perilaku orang Laut mengandung konsep dasar
animisme-shamanisme, tetapi tidak meliputi semua aspek kehidupan mereka.
Keyakinan mengenai hal-hal yang bersifat gaib mempengaruhi perilaku
menanggapi ruh-ruh, kekuatan-kekuatan gaib, hari baik dan naas,
hantu-hantu, mambang dan peri, dan sekaligus mencerminkan kekhawatiran
mereka terhadap berbagai ancaman dunia gaib yang dapat merugikan atau
mencelakakan kehidupan mereka.
Namun
sebenarnya yang dikatakan kepercayaan dalam masyarakat melayu itu bukan
hanya dalam kepercayan lama saja yang menjadi peninggalan masa lampau
seperti animisme, tapi juga kepercayaan yang datang setelahnya, seperti
kepercayaan agama agama hindu, budha dan Islam sendiri. Dimana Islam
yang datang terakhir mengakomodir semua unsur kebudayaan tersebut secara
perlahan, serta melakukan penelusuran terhadap hal-hal yang
bertentangan dengan Islam.
Oleh
karenanya orang Laut masih percaya akan kekuatan gaib, yang antara lain
bersumber pada benda-benda seperti buntat, batu akik, akar bahar, keris
dan sebagainya, dan pada benda-benda yang bersumber pada manusia. Bomoh
atau dukun dianggap memiliki kekuatan gaib, yang dapat digunakan untuk
tujuan baik maupun buruk, mencelakakan lawan, atau menghalau serangan
lawan, serta menyembuhkan penyakit yang berasal dari perbuatan manusia
maupun karena tersampuk atau “kemasukan” atau diganggu ruh, hantu, dan
sebagainya. Dengan kekuatan gaibnya, seorang bomoh dianggap mampu
mengatasi gejala-gejala alam yang merugikan manusia, seperti menenangkan
ombak dan badai.
Orang
Laut juga percaya akan hantu-hantu penunggu sesuatu tempat, mambang dan
peri, yakni makhluk-makhluk halus penghuni tempat-tempat yang dianggap
angker dan dapat mencelakakan orang. Hampir semua orang Laut yakin bahwa
ruh Datuk Kemuning dan isterinya, yaitu saka (leluhur) datuk-moyang
orang Laut, bersemayam di Gunung Daik (Lingga). Ruh-ruh para anggota
keluarga berada di tanjung, di pantai, kuala, suak, atau di bukit-bukit
berbatu.
Mereka selalu membayangkan hantu seperti hal nya manusia. Mereka menyebutnya sebagai; “orang tanjung”, “orang tanah”, “orang lekuk”, dan lain-lainnya. Di samping itu mere pun memiliki sebutan-sebutan terhadap “hantu laut”, “hantu batu”, “hantu jeram”, “hantu sungai”, dan sebagainya. Hantu-hantu tersebut di atas memang berasal dari dunia makhluk hantu.
Mereka selalu membayangkan hantu seperti hal nya manusia. Mereka menyebutnya sebagai; “orang tanjung”, “orang tanah”, “orang lekuk”, dan lain-lainnya. Di samping itu mere pun memiliki sebutan-sebutan terhadap “hantu laut”, “hantu batu”, “hantu jeram”, “hantu sungai”, dan sebagainya. Hantu-hantu tersebut di atas memang berasal dari dunia makhluk hantu.
Selain
itu ada hantu yang merupakan penjelmaan manusia atau hantu jejadian,
seperti hantu polong atau hantu pencekik leher, yang menjelma sebagai
manusia yang mengamalkan “ilmu pengasih”, yaitu berusaha memikat
korbannya untuk ditumbalkan agar penampilannya senantiasa tampak
menarik. Hantu penjelmaan manusia lainnya adalah pontianak atau hantu
mati anak, yaitu hantu penjelmaan wanita yang meninggal dunia sewaktu
melahirkan, keberadaanya senantiasa mengganggu pria.
Kemudian
orang Laut juga masih mengenal hantu dukang, atau hantu pengisap darah,
yang merupakan penjelmaan dari bayi yang lahir tanpa nyawa atau karena
keguguran, lahir mati, dan sebagainya.
Agar
mereka aman melewati tempat-tempat tersebut, orang Laut selalu memberi
pemakan (sesaji), atau mereka minum air laut sedikit di tempat tersebut
untuk menandakan bahwa mereka adalah “orang sendiri”, dan karena itu
mereka berharap agar mereka tidak diganggu.
0 komentar:
Posting Komentar