Manusia
memiliki mekanisme pertahanan diri yang lebih kompleks atau lebih
canggih dibandingkan binatang, karena manusia memiliki intelek. Tanpa
intelek manusia tidak bisa bertahan hidup. Namun, di sisi lain, intelek
menciptakan masalah-masalah psikologis yang tak terkira dampak buruknya
bagi kehidupan.
Meskipun
banyak bicara tentang pemecahan masalah, kesadaran, pencerahan,
keselamatan, kebebasan, perdamaian, keadilan, diri, Roh, Tuhan, dan
seterusnya, kebanyakan dari kita hanya berhenti pada teori atau intelek.
Tetap saja kebanyakan dari kita belum menyentuh secara aktual akar dari
segala kekacauan yang ada dalam batin kita sendiri.
Akar kekacauan itu tidak lain adalah gerak intelek yang melenceng dari tempatnya yang benar. Kekacauan
itu tetap ada, selama kita tidak menyadari batas-batas intelek dan
mendudukkan kembali intelek pada tempatnya yang benar.
Untuk
melihat kekacauan yang diciptakan intelek ini secara aktual, bukan
teoretis, dibutuhkan kepekaan. Batin mesti bebas. Dengan menyadari
ketidakbebasan atau keterbelengguan batin, ada kemungkinan kebebasan itu
muncul.
Mari kita menyadari belenggu batin oleh intelek itu sendiri. Kita
telah dididik dalam lingkungan tertentu. Kita memiliki pandangan,
doktrin, kepercayaan tertentu. Kita juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan halus dalam batin yang secara emosional kita
lekati. Pandangan dan sikap ini telah menjadi otoritas dalam batin
sebagai penyaring atas segala sesuatu yang ingin kita terima atau kita
tolak, sesuai dengan kecenderungan pribadi. Akibatnya,
realitas tidak terpahami secara langsung, karena kita memahami menurut
keinginan, harapan, dan kesimpulan-kesimpulan pribadi.
Kalau
itu semua dilihat secara aktual, secara langsung, tanpa intervensi
pengaruh otoritas apa pun; maka pandangan dan sikap kita yang menjadi
penghalang pemahaman langsung itu rontok dengan sendirinya. Dalam
pemahaman langsung itu, ada kecerdasan atau inteligensi.
Ketika
pikiran sepenuhnya berhenti, bukan kita buat berhenti, maka di situ ada
keheningan. Dalam titik keheningan itu, muncullah inteligensi.
Inteligensi ini tidak muncul dari intelek, tidak bersumber dari ingatan.
Ia bukan hasil pembelajaran, bukan akumulasi pengetahuan. Ia tak
terukur, di luar waktu. Ia bukan milik Anda, bukan milik saya, bukan
milik siapa pun.
Ketika
pikiran berhenti sepenuhnya dan hanya bekerja di tempatnya yang benar,
maka tidak ada Anda, tidak ada saya. Tidak ada gambaran-gambaran
psikologis tentang diri atau bukan-diri. Tidak ada konsep-konsep ideal
yang justru membelenggu batin.
Keinginan
untuk memahami hal-hal yang secara absolut tidak bisa dipahami
merupakan kematian inteligensi. Tidak mengetahui hal-hal yang perlu
untuk diketahui merupakan kematian intelek. Intelek maupun inteligensi
kita butuhkan pada tempatnya. Intelek yang bekerja secara harmoni dengan
inteligensi akan membuat intelek bekerja optimal dan tidak menciptakan
kekacauan. Itu hanya mungkin kalau ada ruang keheningan batin.
0 komentar:
Posting Komentar