Monumen Radio PHB AURI PC-2 dalam Lintasan Sejarah
Perkembangan sejarah perjuangan Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perjuangan para pejuang Indonesia. Radio AURI memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Melalui stasiun radio AURI
itu, berita tentang perjuangan bangsa Indonesia dapat tersebar luas ke
mancanegara. Tentu saja dampaknya sangat luas, Sehingga dunia
internasional mengetahui tentang Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI). Bahkan tokoh perjuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara pernah
berkomentar, kalau tidak ada PHB AURI, maka Pemerintah Republik
Indonesia saat itu tidak ada artinya. Peranan radio AURI dimulai saat
para pejuang menguasai beberapa mobile transmitter, yang
terus-menerus mengikuti perjuangan. Alat perhubungan ini sangat
diperlukan untuk berkomunikasi antara pemimpin pemerintah pusat dan
daerah serta dengan dunia internasional.
Pada
tanggal 17 Desember 1945, Panglima Divisi III Yogyakarta secara resmi
menyerahkan wewenang dan tanggung jawab bidang keudaraan kepada TKR
Jawatan Penerbangan, sejak itu pula kegiatan menghimpun kekuatan udara
mulai meningkat. Urusan komunikasi dan personil dipercayakan kepada
Sabar Wiryonomukti. Ia menghimpun teman-teman yang berpengalaman di
bidang komunikasi radio, diantaranya adalah Boediardjo yang diberi tugas
menyiapkan sumber daya manusia, khususnya bagi Dinas Perhubungan atau
PHB-AURI. Dia memanggil 16 siswa Sekolah Radio Telegrafis di Malang,
untuk dijadikan sebagai tenaga inti PHB-AURI.
Dengan datangnya Adi Soemarmo Wirjokoesoemo, mantan Flight Radio Operator dari The Netherland East Indies Air Force (NIA),
kinerja PHB-AURI menjadi semakin baik. Tanggal 9 April 1946,
diterbitkan Penetapan Pemerintah Nomor 6 tentang Pembentukan Angkatan
Udara, dan menetapkan Raden Surjadi Suryadarma sebagai Kepala Staf
Angkatan Udara (Kasau) dengan dua orang wakil yaitu R.Soekarnaen
Martokoesoemo dan Adisoetjipto. Dua tahun kemudian Opsir Udara III
Boediardjo diangkat menjadi Kepala Jawatan Perhubungan AURI. Pada saat
penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, 19 Desember 1948, untuk menduduki
ibukota negara serta menangkap pemimpin bangsa, Wakil Presiden Mohammad
Hatta sempat mengirimkan sebuah pesan. Pesan berbentuk radiogram
tersebut kemudian disampaikan ke seluruh stasiun radio AURI yang ada di
Indonesia oleh Sabar Wijoyomukti melalui stasiun radio AURI yang terdapat di Terban Taman Yogyakarta. Bunyi pesan tersebut adalah:
“Pemerintah
Republik Indonesia Di Yogya Dikepung Musuh Dan Tidak Dapat Melakukan
Tugas Kewajibannya (Koma) Tetapi Persiapan Telah Diadakan Untuk
Meneruskan Pemerintah Republik Indonesia Di Sumatera (Ttk) Apapun Yang
Terjadi Dengan Orang-Orang Pemerintah Yang Ada Di Yogyakarta (Koma)
Perjuangan Diteruskan (Ttk Hbs)”.
Selesai pengiriman berita itu, stasiun radio AURI
di Terban Taman dihancurkan oleh Boediardjo, guna melindungi para
pejuang dari serbuan Belanda. Para pejuang itu kemudian pergi ke luar
kota untuk menghimpun kekuatan dan bergerilya melanjutkan perjuangan. Di
desa Dekso, Kulonprogo, tempat para pejabat militer berkumpul untuk
melakukan koordinasi, didirikan Markas Besar Komando Djawa dikenal
dengan sebutan MBKD, pimpinan Nasution. Sedangkan di Sumatera berdiri
Markas Besar Komando Sumatera (MBKS) di bawah Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) dipimpin Mr. Syafruddin Prawiranegara. Setelah
bergabung dalam MBKD, Opsir Udara III Boediardjo yang masih menjabat
sebagai Kepala Perhubungan AURI berusaha meyakinkan Pimpinan MBKD. Bahwa
ia dapat melakukan hubungan komunikasi dengan Markas Besar Komando
Sumatera dan markas komando lainnya. Pada waktu itu AURI masih memiliki
sekitar 39 stasiun radio yang tersebar di berbagai tempat.
Awal
Januari 1949 Boediardjo bersama anak buahnya, dibantu Basir Surya dan
Sersan Udara Soeroso, masing-masing Komandan dan Kepala Bagian PHB
Lapangan Terbang Gading, mendirikan sebuah stasiun radio rahasia di Desa
Banaran, Kecamatan Playen. Radio pemancar yang digunakan adalah tipe People Cooperation (PC-2). Peralatan stasiun radio AURI, dengan callsign PC-2,
diletakkan di dapur rumah keluarga petani milik almarhum Pawirosetomo.
Pembangkit listrik disembunyikan di tungku tanah dan ditutupi kayu
bakar. Sedangkan antenanya direntangkan pada dua batang pohon kelapa,
dipasang hanya pada malam hari untuk melakukan siaran. Sedangkan pada
pagi hari perlengkapan tersebut disembunyikan agar tidak diketahui
Belanda. Kekompakan dan dukungan penduduk setempat turut membantu dalam
melaksanakan tugas penyiaran dan merahasiakan keberadaan stasiun radio
PC-2. Terutama keluarga istri Pawirosetomo dan kedua anaknya, yang
selalu membantu para pejuang dalam melaksanakan tugas. Kegiatan yang
dilakukan adalah melaksanakan pertukaran informasi tentang
kegiatan-kegiatan para pejuang di Jawa maupun di Sumatera serta
menyiarkan keberhasilan perjuangan ke luar negeri.
Salah
satu prestasi stasiun PHB-AURI PC-2 Playen adalah keberhasilannya
menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Siaran berita itu
dilaksanakan pada pukul 02.00 WIB tanggal 2 Maret 1949, ke seluruh
jaringan radio AURI bahkan sampai ke PBB. Berita tersebut dikirimkan oleh Sersan Basukihardjo, seorang operator stasiun PHB AURI PC-2
Playen, dan diterima oleh Sersan Udara Kusnadi operator radio Bidar
Alam. Keesokan harinya, 3 Maret 1949 , berita tersebut dilaporkan oleh
Opsir Udara III Dick Tamimi dan Unsur Said kepada Ketua PDRI Mr.
Sjafruddin Prawiranegara. Berita tersebut segera dikirim ke
stasiun-stasiun radio “NBM” Tangse, “ZZ” Kototinggi. Melalui radio “NBM”
Tangse berita dikirim ke stasiun radio “SMN” di Rangoon kemudian
dilanjutkan ke New Delhi dan perwakilan RI di PBB di Washington,
Amerika.
Pejabat
perwakilan RI di PBB membeberkan berita itu di depan sidang Dewan
Keamanan PBB pada tanggal 7 Maret 1949, sehingga membuka mata dunia
terhadap keberadaan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan. Sumardjono, ahli waris Pawirosetomo, kemudian mewakafkan
tanah pekarangan beserta rumah joglonya untuk dijadikan Monumen Radio PHB AURI PC-2 Playen yang diresmikan pada tanggal 10 Juli 1984 oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Stasiun Radio AURI PC-2
Playen Gunungkidul memiliki peran penting dalam mensukseskan perang
kemerdekaan. Terutama dalam menyiarkan peristiwa besar Serangan Umum 1
Maret 1949. Di dalam rumah sederhana milik keluarga Pawirosetomo itu,
bangsa Indonesia mampu berkibar di dunia internasional, saat mengusir
Belanda dari Yogyakarta.
Monumen Radio PHB AURI PC 2
terletak di Dusun Banaran, Desa Playen, Kecamatan Playen, Kabupaten
Gunungkidul. Bangunan monumen berada satu area dengan bangunan sekolah
TK Negeri 1 Maret Playen. Monumen serta bangunan sekolah tersebut
berdiri di atas tanah milik Ibu Pawirosetomo, warga Desa Playen, yang
menghibahkan rumah serta tanah untuk markas stasiun PHB AURI dan untuk
bangunan sekolah. Area ini cukup representatif sebagai area sekolah dan
rekreasi. Di area ini terdapat beberapa bangunan, yakni dua bangunan
yang difungsikan untuk museum dan monumen, dua bangunan untuk aktivitas
belajar – mengajar, aula, serta kamar mandi. Fokus kegiatan pendataan
ini adalah bangunan museum dan monumen radio PHB AURI PC 2, sehingga semua data yang diambil dititikberatkan pada dua bangunan yang difungsikan sebagai museum serta monumen.
Monumen menghadap ke arah selatan. Terdiri atas dua buah bangunan, yakni bangunan beratap limasan dan
beratap kampung, serta sebuah tugu monumen. Selain menjadi saksi
terhadap peristiwa bersejarah, monumen ini mempunyai peranan terhadap
kemerdekaan Republik Indonesia. Melalui stasiun radio PHB AURI PC 2
di Playen ini, berita tentang serangan umum 1 Maret 1949 dipancarkan ke
stasiun radio AURI di Bidar Alam, Sumatera Barat. Kemudian secara
estafet direlay ke stasiun AURI di Takeungon, Aceh, selanjutnya
diteruskan ke Rangoon, Burma yang diterima pemancar All India Radio dan
akhirnya sampai ke perwakilan RI di PBB yang berada di New York, Amerika
Serikat. Berita tersebut membuktikan bahwa TNI masih ada dan tetap
memberikan perlawanan terhadap musuh.
Ditinjau
dari nilai penting sejarahnya, bangunan ini layak ditetapkan sebagai
cagar budaya tingkat nasional berdasarkan peristiwa yang terjadi di
bangunan tersebut pada masa lampau. Monumen radio ini berpotensi menjadi
fasilitas pendidikan, misalnya dengan metode pembelajaran di luar
kelas. Selain sebagai sarana pendidikan, monumen ini berpotensi menjadi
fasilitas rekreasi, tentu saja harus dilakukan pembenahan serta
dilengkapi sarana yang mendukung sebagai tujuan wisata. Dengan demikian,
tidak hanya siswa sekolah yang mendapat informasi yang mungkin belum
mereka ketahui sebelumnya, tetapi masyarakat umum juga akan mendapatkan
pengetahuan yang selama ini tidak diajarkan di bangku sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar