Upacara Balai Panjang merupakan upacara
adat masyarakat Talang Mamak. Adalah salah satu upacara yang bertujuan
untuk pengobatan dan meminta kepada roh leluhur agar dijauhkan dari
malapetaka (Tolak Bala).
Saat akan melaksanakan upacara Balai Panjang, kumantang
(dukun) terlebih dahulu menghadap Saggaran Tujuh (puteri tujuh) untuk
memberitahu serta meminta izin akan melaksanakan upacara Balai Panjang.
Pelaksanaan upacara Balai Panjang dimulai jam 20.00 dan berakhir jam
04.00 (semalam suntuk), tergantung pada banyaknya masyarakat yang
berobat dan banyaknya permainan/ kesenian yang diturunkan oleh dukun.
Saat pagi menjelang, masyarakat yang berobat diberikan obat oleh dukun
sesuai dengan jenis penyakit yang diderita korban. Upacara ini yang
dipimpin oleh kumantang diiringi dengan berbagai permainan dan kesenian.
Adapun
perlengkapan untuk melaksanakan upacara ini adalah mempersiapkan tujuh
bahan bambu serta sesajen, berbagai jenis ancak yang terdiri dari
pelepah dan daun/pucuk enau, berbagai jenis pesilih, lancang yang
terbuat dari pelepah enau, daun pisang, pucuk enau, daun beringin, upih
pinang bambu, serta daun bambu.
Bahan
penting lain adalah padi yang sudah tua (bertih). Bertih yang ada
dimasukkan ke dalam kuali lalu dipanaskan sampai meletus. Sesudah proses
tadi, bertih disimpan dalam penampih beras untuk memisahkan padi yang
sudah meletus dan yang tidak meletus. Bagian yang tidak meletus untuk
makanan ayam dan bagian yang meletus untuk perlengkapan dukun. Bertih
adalah pelengkap upacara untuk pengobatan, tolak bala, menyemah serta
membersihkan kampung.
Dalam upacara ini, Batin
(kepala suku) memiliki tanggung jawab sebagai penanggung jawab utama.
Kumantang adalah pemimpin upacara yang dibantu oleh dua pendayu bertugas
menyediakan obat dan permainan. Selain itu, dua orang panganing
bertugas menyiapkan ramuan, asapan, membantu memaikan pakaian sang
kumantang dan penandung. Jika salah satu tidak ada maka upacara ini
tidak bisa dilaksanakan.
Pada
saat upacara ini berlangsung, ada larangan/pantangan yang tidak boleh
dilakukan yaitu: menyebut nama dukun, membuat kericuhan dan berbuat
tidak senonoh.
Dalam
upacara ini, proses menyembuhkan kadang tidak berhasil sehingga
menyebabkan orang yang sakit meninggal. Apabila orang tersebut meninggal
maka air sirih ditumpahkan, lilin lebah dipadamkan dan ditumbangkan.
Mangkok, piring, dan cangkir dipecahkan, beras ditaburkan di sekeliling
rumah. Tanaman pisang ditebang dan dipancung sebagai bentuk duka cita
atas kematian tersebut. Selain itu, hal itu dilakukan agar roh yang mati
tidak akan mengganggu orang yang hidup.
Talang Mamak
Talang
Mamak adalah salah satu komunitas yang sering dikategorikan sebagai
masyarakat terasing yang ada di Provinsi Riau. Mereka tersebar di
beberapa kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Indragiri Hulu, yaitu
Kecamatan: Pasir Penyu, Seberida, dan Rengat. Di Kecamatan Pasirpenyu
mereka bermukim di desa: Talang Parit, Talang Perigi, Talang Gedabu,
Talang Sungai Limau, Talang Selantai, Talang Tujuh Buah Tangga, dan
Talang Durian Cacar. Kemudian, di Kecamatan Seberida mereka bermukim di
sebagian desa Pangkalan Kasai, Anak Talang, Seberida, Sungai Akar,
Talang Lakat, Siambul, Rantau Langsat, Durian Cacar, Parit Perigi,
Sungai Limau, dan Selantai. Selain itu, ada yang menyebar di
Belongkawang, Sungai Tedung, dan di sepanjang Sungai Kelawang. Sebagai
catatan, kelompok Orang Talang Mamak di Durian Cacar, Parit Perigi,
Sungai Limau, dan Selantai yang secara administratif tergabung dalam
wilayah Kecamatan Siberida, menyebut dirinya sebagai “Suku Nan Enam”.
Selanjutnya, di Kecamatan Rengat mereka bermukim di Talang Jerinjing dan
Sialang Dua Dahan (Melalatoa, 1995: 817, Hidayah, 2000:253, dan
Nursyamsiah, 1996: 6). Persebaran orang Talang Mamak tampaknya tidak
hanya beberapa tempat di Kabupaten Inhu semata, tetapi juga di daerah
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Bahkan, di daerah yang termasuk
wilayah propinsi lain (Jambi), yaitu di daerah Bukittigapuluh (Hidayah,
2000: 253).
0 komentar:
Posting Komentar